Reka Medis, ( ardodi agusta )
Selasa, 22 Juni 2010
SEJARAH PORMIKI
Saat Pembentukan
Perhimpunan Profesional Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan Yang Indonesia disingkat PORMIKI PADA dibentuk tanggal 18 Februari 1989. Saat pembentukannya Yang dilaksanakan Di Yayasan Amanah, Jl. Taman Kebun Sirih, Jakarta, dihadiri Oleh 31 dan Rekan-rekan berbagai Profesi Yang tidak saja berasal Organisasi Profesi USING USING tetapi juga instansi pemerintah Kesehatan Dan Swasta. USING penandatanganan BAb "Naskah Proklamasi" Tampak Ketua PB IDI saat ITU dr. H. Azrul Azwar, MPH berkenan hadir Dan Bersama-sama bahkan Artikel Baru Ketua Persatuan Sarjana Administrasi (PERSADI) Jakarta Raya drs saat ITU. H. Razak Manan saling bahu membahu memberi semarak jalannya pembentukan PORMIKI (DBS penandatanganan naskah lihat). Penghasilan kena pajak tidak aktif Suara pemilihan akhirnya dipilih seorang Ketua Umum Yang kemudian membentuk kelompok Pengurus Harian. Penghasilan kena pajak pemilihan, Ketua Umum terpilih Kronik Film Sdri. Artikel Baru Gemala Hatta mendapat bantuan Penuh USING Ketua Umum PB IDI menyusun Anggaran Dasar Dan Rumah Tangga.
Pemberitahuan Kepada Masyarakat Luas
Selanjutnya PADA tanggal 25 Februari 1989 bertepatan seminggu Penghasilan kena pajak pembentukan PORMIKI. Panitia Kerja Pembinaan Dan Pengembangan Sistem Pencatatan Medis RS Yang disingkat DKI Jaya mengadakan acara Konsultasi PPSPM Sehari Yang PPSMP merupakan acara berkala. Topik Kali ITU komputerisasi data mengenai Medis Artikel Baru mengambil Tempat Di PT USI / IBM, Gedung Landmark, Jl. Sudirman, Jakarta. Dalam kesempatan ITU PORMIKI untuk Artikel Yang terbentuk sekaligus mengadakan press release pembentukan Organisasi Profesi Artikel Baru yang. Hari ITU Wakil Ketua PB IDI saat ITU Kronik Film dr. Kartono Mohamad berkenan hadir Dan sekaligus juga memberikan Kata Sambutan Yang menumbuhkan semangat. Pertemuan Di tengara mencatat 16 penandatangan Naskah Proklamasi sehingga Number penandatanganan ITU kesempatan kedua untuk Artikel (18 Dan 26 Februari 1989) berjumlah 47 Orang.
PPSPM Sebagai Bidannya PORMIKI
Historisnya, PADA tanggal 17 Desember 1981 Kepala Dinas Kesehatan DKI Jaya mengeluarkan SK pembentukan suatu Panitia Kerja PPSPM Artikel Baru No 431/DKK.075.8/1981 MASA Artikel Baru Yang tidak terbatas: Ketua Panker Suami adalah Sdr. Gemala Hatta USING RSAB Harapan Kita, Jakarta, sedangkan anggota-anggotanya berasal USING 10 RS Yang berada Di Lingkungan DKI Jaya Permasalahan beberapa pejabat Dinas Kesehatan DKI, Jaya. Adapun kegiatan mengadakan PPSPM Hasil Kronik Film 2 Kali rekam latihan Medis Dan ditempatkan 1 Kali lanjutan masing-masing selama doa Bulan setengah. Selain ITU PPSPM juga membuat pengumuman Medical Record Yang disebut BMR Dan kemudian Majalah Informasi Kesehatan (Mik). Sarana KIE (KOMUNIKASI, Edukasi Dan Informasi) Suami diterbitkan terkait masih berlangsung 3 Bulan sekali berhasil Dan Artikel Baru Keluar 28 Kali selama Danijel terbitan 9 Tahun berjalan. Sirkulasi 1000 eksemplar terkait masih berlangsung Terbit menjangkau 27 propinsi Permasalahan memperoleh Nomor Amortisasi International Standard Serial Number (ISSN) USING Paris tidak aktif Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional RI. Di samping Majalah Sederhana Suami ITU (sekitar satu halaman 50) juga Amortisasi Nomor memperoleh USING Departemen RI Penerangnan Artikel Baru Men.Pen SK. RI No 1032/SK/DITJEN PPG/STT/1985 tanggal 31 Desember 1985.
Bantuan keuangan USING Dinas Kesehatan DKI Jaya PPSPM kegiatan untuk Artikel Yang membuat minimnya melaksanakan PPSPM Sehari kemudian Konsultasi Berkala, suatu kegiatan Yang Mencari dana tambahan selain juga berfungsi sebagai Sarana KIE. Adalah menggembirakan bahwa terkait masih berlangsung kegiatan Yang dilakukan Oleh PPSPM Baik berupa Penataran 21 / 2 Bulan maupun Konsultasi Sehari senantiasa banyak diminati Oleh Peserta USING berbagai propinsi. Hal Suami menunjukkan bahwa kebutuhan akan keanaeragaman Pendidikan rekam Medis Rumah Sakit dirasakan amatlah.
Diskusi-Diskusi Dalam Pertemuan rutin sebulan sekali para anggota PPSPM menyatakan kekhawatirannya akan keanaeragaman "nasib" Panitia Kerja inisial. Sementara krisis Minyak Di Tahun 1985 boleh dikata bahwa hingga Tahun 1989 PPSPM ANTARA Ada Dan tiada, artinya, meskipun akhirnya para anggota tidak memperoleh honorarium apapun, namun selama waktu ITU belum dinyatakan bubar PPSPM Oleh DK DKI Jaya. Keadaan Suami Tetap tidak menurunkan kegiatan PPSPM. Konsultasi Berkala sebagai Sumber dana Majalah Informasi Kesehatan tetaplah diadakan meskipun para anggota telah terbiasa bekerja untuk Artikel Tanpa IMBALAN / Itulah sebabnya Maka yang bernuansa Mik Tetap Bisa bertahan selama 28 terbitan. Puncak USING kebimbangan Dan kekuatiran akan keanaeragaman "nasib" kiranya PPSPM Oleh PERSADI Jaya ditangkap. Sebetulnya sudah lama para anggota PPSPM saling memberikan dorongan untuk Artikel rekam membuat suatu Organisasi Medis Timbul tenggelam namun keberanian ITU. Lebih daripada ITU PPSPM, bahkan sudah melepaskan Diri Ingin USING DK DKI Dan karenanya rancangan Anggaran Dasar Rumah Tangga Dan Yang dikarang Oleh PPSPM sudah diteruskan kepada Bapak Kanwil. Sayangnya rancangan ITU berjalan-jalan Di Kanwil Kendaraan USING selama setahun labih alias sedang dalam Tahapan dan dievaluasi sehingga akhirnya semangat untuk Artikel mendirikan Organisasi terkatung-katung menjadi. Oleh KARENA ITU barulah ketika didorong Oleh PERSADI Jaya bahwa rekam Medis Yang ada posting adalah Bagian tidak Administrasi, Maka yang bernuansa akhirnya anggota PPSPM secara bulat menyetujui rekam Medis pendirian Organisasi. Akhirnya Ketua PPSPM Dan PERSADI Jaya Ka Kanwil menghadap sambil menanyakan nasib Dilaporkan akan keanaeragaman AD / ART PPSPM tersebut. Kejadian Bulan Februari 1989 ITU Kanwil amat disetujui, bahkan beliau mengutus beberapa pejabatnya untuk Artikel datang dalam acara Diskusi pengadaan Organisasi rekam Medis Yang akan keanaeragaman didirikan. Penghasilan kena pajak Akhirnya berani PPSPM "terpaksa 'selama bertahun-Tahun" keberanian "untuk Artikel Selanjutnya Bangkit tertidur dirasakan PPSPM. mengundang pemerintah berbagai rekan (ANTARA berbaring, Dep.Kes, BKKBN, asam di samping RS ABRI, Swasta, pemerintah, BUMN Permasalahan Organisasi Profesi seperti IDI , PERSADI Jaya) PADA tanggal 18 Februari 1989 Walhasil,. rekan Yang datang Di Luar dugaan banyaknya, bahkan USING Arun - Aceh, Bogor, Cilegon Dan Lainnya.
Uniknya Rencana semula undangan untuk Artikel Kronik Film menjajagi kemungkinan pengadaan justru dianggap suatu Organisasi tidak perlu KARENA mengadakan forum cenderung Langsung rekam Medis pendirian Organisasi. Kesepakatan ke-31 Orang USING berbagai Profesi, instansi Dan propinsi dinyatakan Sah. Asithi Hari Ini Organisasi rekam Medis Pasti belum mempunyai Nama. Oleh KARENA ITU kemudian rekan-rekan USING Organisasi rekam Medis berkonsultasi Artikel Baru Bapak Ketua Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (PPPB) Depdikbud Dan. Berdasarkan usulan USING Bapak Prof Anton Moelyono selaku Ketua PPPB akhirnya ditetapkan Nama Suami Organisasi Perhimpunan Profesional Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan Indonesia Yang Dibuat butir kemudian disingkat menjadi anggota PORMIKI.
Artikel Baru telah berdirinya PORMIKI Maka yang bernuansa Ka. PPSPM kemudian menulis surat kepada Ka. Kanwil DK DKI Jaya telah Tentang berdirinya PORMIKI. Kemudian Kanwil menganggap bahwa PORMIKI: P sudah sebagai mitra pemerintah diajak mitra Danijel Yang sewaktu-waktu dapat memecahkan berbagai masalah dalam Diskusi Tentang rekam Medis. Artikel Baru terbentuknya PORMIKI Jaya Yang anggotanya juga banyak berasal USING DK DKI Jaya Maka yang bernuansa kiranya tidak PPSPM Ada masalah bilamana memang harus diakhiri. Akhirnya PADA tanggal 5 April 1989, Panitia Kerja Kerja PPSPM diberikan surat penghentian perihal Pembentukan PORMIKI Nomor: 0994 / - Ka Dibuat 1.84.4 ditandatangani yang. Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Ada perasaan bangga bercampur sedih Dan suatu haru sekaligus. Dan PPSPM Selamat tinggal kasih & Song Yang Atas dalam segala usahamu. Semoga engkau prakarsai PORMIKI Yang dapat Berjaya SELAMANYA, sebagaimana pula harapanmu!
Penyelenggaraan Kongres PORMIKI
Kongres I: Tahun 1992 Di Jakarta
Kongres II: Tahun 1995 Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Kongres III: Tahun 1999 Di Surabaya
Kongres IV: Tahun 2003 Di Denpasar, Bali
Kongres V: Tahun 2006 Di Semarang, Tengah DKI
Kongres VI: Tahun 2009 Di Bandung, Barat DKI
Ketua Umum DPP PORMIKI
Periode 1989-1992: Dra. Gemala Hatta, MRA.
Periode 1992-1995: Dra. Gemala Hatta, MRA.
Periode 1995-1999: Dra. Gemala Hatta, MRA, MKes.
Periode 1999-2003: Siswati, AMd.PerKes.
Periode 2003-2006: Siswati, AMd.PerKes, SKM.
Periode 2006-2009: Lily Widjaya, Amd.PerKes, SKM, MM.
Periode 2009-2012: Garmelia Elise, Amd.PerKes, SKM
SEJARAH dari PORMIKI
Perhimpunan Profesional PEREKAM Medis Dan Informasi Kesehatan INDONESIA (PORMIKI) atau PROFESI INDONESIA Pada REKOR Dan MEDIS KESEHATAN INFORMASI ORGANISASI) didirikan pada Februari 18, 1989 di Amanah Foundation pada Taman Kebun Sirih Street, Jakarta, dan disaksikan oleh 31 kolega dan para profesional lain tidak hanya dari organisasi profesi tetapi juga dari pemerintah dan swasta instansi kesehatan. Saat sejarah pendirian organisasi ini juga dihadiri oleh H. Azrul Azwar, MD, MPH, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) atau Medis Indonesia Asosiasi Dokter Komite Utama. Seiring dengan H. Razak Manan, Ketua Uni Bachelor Of Administrasi, baik yang didukung masing-masing ke tangan pihak lain dalam proses pembentukan PORMIKI's. Setelah pemungutan suara, seorang Ketua Umum akhirnya terpilih, dan segera membentuk Komite harian. Tepat setelah pemilihan, terpilih Ketua Umum Gemala Hatta mendapat dukungan penuh dari Asosiasi Medis Dokter Indonesia Ketua Umum untuk merumuskan anggaran.
PENGUMUMAN ATAS PUBLIK
Pada tanggal 25 Februari 1989, seminggu setelah berdirinya, Panitia Kerja Pembinaan Dan Pengenbangan Sistem Pencatatan Medis (PPSPM) RS DKI JAYA atau Komite Kerja Rekam Medis Sistem Pembangunan dan Pemeliharaan DKI Jakarta Raya Rumah Sakit mengadakan program periodik disebut Satu Hari Konsultasi . Topik ini tentang komputerisasi data medis, diadakan di USI / IBM co terbatas. di Gedung Land Mark di Jalan Sudirman, Jakarta. Pada kesempatan itu, yang baru didirikan PORMIKI mengatur siaran pers pada pembentukan organisasi profesi baru. Kartono Mohamad, MD, Wakil dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) atau Asosiasi Dokter Indonesia Komite Utama yang menghadiri acara tersebut, memberikan pidato mendorong. Pertemuan di Tanah Mark tercatat 16 tanda tangan dari "Deklarasi" teks. Untuk itu, jumlah tanda tangan pada dua kesempatan (18 Februari dan 26) adalah 47 orang.
Panitia Kerja Pembinaan Dan Pengenbangan Sistem Pencatatan Medis (PPSPM), The Bidan PORMIKI
Menurut latar belakang sejarah, pada 17 Desember 1981 Kepala Sub Dinas Kesehatan Greater Jakarta Raya telah mengeluarkan surat keputusan pada pembentukan Komite Kerja Sistem Rekam Medis Pembangunan dan Pemeliharaan no.431/DKK.075.8/1981 dengan validitas terbatas. Ketua Komite Kerja adalah Gemala Hatta dari Harapan Kita Rumah Sakit Angkatan Darat, dan anggota berasal dari 10 rumah sakit di daerah The Greater Jakarta Raya dan beberapa pejabat Kepala Sub Dinas The Greater Jakarta Raya. Kegiatan PPSPM adalah memegang rekam medis pelatihan dasar dan pelatihan sekali dua kali maju, dua setengah bulan untuk setiap sesi pelatihan. Selain itu, juga diterbitkan Buletin PPSPM Medical Record (BMR) atau Medical Record Buletin, dan setelah itu majalah yang disebut Majalah Informasi Kesehatan (Mik) atau Majalah Informasi Kesehatan. Ini media komunikasi, informasi, dan pendidikan telah diumumkan sekali dalam setiap tiga bulan, dan telah berhasil diterbitkan selama 28 kali atau 9 tahun. Sirkulasi 1000 eksemplar edisi telah mencapai 27 propinsi, dan menerima Internasional Standard Serial Number (ISSN) untuk nomor penerbitan dari Paris melalui Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional Republik Indonesia. 50 halaman majalah ini juga menerima nomor penerbitan dari Departemen Penerangan Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia No.1032/SK/DIJEN PPG/STT/1985 tanggal pada tanggal 31 Desember, 1985.
Dukungan keuangan minimum yang diterima dari Kepala Sub Dinas The Greater Jakarta Raya untuk menjalankan kegiatan organisasi yang kemudian membuat PPSPM berhasil menahan periodik Satu Hari Konsultasi. Sebuah program yang didirikan untuk mencari sumber dana lain untuk mendukung kegiatan organisasi, dan, di sisi lain, sebagai komunikasi, informasi, dan fasilitas pendidikan. Itu adalah fakta menggembirakan bahwa peserta dari berbagai provinsi menunjukkan minat pada program PPSPM itu seperti 2,5 bulan pelatihan dan Satu Hari Konsultasi. Fakta ini telah membuktikan bahwa pelatihan rekam medis dianggap sebagai suatu keharusan.
Selama pertemuan dan diskusi rutin bulanan, para anggota PPSM telah menyatakan kekhawatiran mereka tentang masa depan organisasi Komite Kerja. Sementara itu, krisis minyak pertama terjadi tahun 1985, telah menyebabkan ambiguitas dalam posisi PPSPM itu, yang sangat digambarkan sebagai "antara hidup dan mati" situasi. Berdasarkan fakta bahwa meskipun selama periode semua anggota telah bekerja tidak dibayar, PPSPM belum tersebar oleh Sub Dinas Kesehatan The Greater Jakarta Raya. Kondisi ini tidak menurun kegiatan organisasi. Konsultasi periodik sebagai sumber keuangan majalah Informasi Kesehatan masih diadakan meskipun para anggota telah terbiasa bekerja tanpa dibayar. Ini adalah alasan mengapa majalah itu bisa bertahan hingga 28 eksemplar. Klimaks dari kebingungan dan kecemasan pada masa depan PPSPM akhirnya dirasakan PERSADI Jakarta Raya. Sebenarnya, anggota PPSPM telah mendorong satu sama lain untuk membentuk suatu organisasi rekam medis untuk waktu yang lama. Namun, keberanian untuk melaksanakan tampak ambigu. Selain itu, PPSPM bahkan menunjukkan bersedia kuat untuk menjadi independen, dan di sana, mereka sudah mengajukan rencana anggaran organisasi untuk Kepala Kantor Wilayah. Sayangnya, rencana anggaran tetap berada di bawah Kantor Wilayah evaluasi selama lebih dari satu tahun, bahwa, sekali lagi, semangat semangat untuk mendirikan organisasi yang independen. Untuk itu, telah didorong oleh PERSADI Jakarta Raya rekam medis yang dianggap sebagai bagian dari tugas administrasi, akhirnya anggota PPSPM sepenuh hati menyetujui pembentukan organisasi rekam medis. Para ketua dari PPSPM dan PERSADI Jakarta Raya berhasil menemui Kepala Kantor Wilayah untuk bertanya setelah rencana anggaran yang PPSPM's. Kepala Kantor Wilayah pasti setuju, dan bahkan mengutus beberapa pejabat untuk menghadiri sebuah diskusi pada pembentukan organisasi baru. Akhirnya, PPSPM "dipaksa" untuk mengambil langkah berani setelah bertahun-tahun vakum. Kemudian, PPSPM mengundang mitra pemerintah (seperti Departemen Kesehatan, BKKBN, TNI / organisasi swasta / rumah sakit pemerintah), dan lainnya profesional seperti IDI dan PERSADI Jakarta Raya pada Februari 18, 1989. Hasilnya adalah tak terhitung tak terduga dari peserta, bahkan mereka yang datang dari Arun-Aceh, Bogor, Cilegon, dll
Uniknya, tujuan awal pertemuan itu, yang sedang mencari kemungkinan pembentukan organisasi rekam medis profesional, dianggap tidak perlu. Forum ini cenderung mengatur secara langsung proses untuk mendirikan organisasi. Perjanjian antara 31 orang dari berbagai profesi, instansi, dan provinsi telah dinyatakan sah. Organisasi rekam medis profesional yang baru dibentuk tidak mendapatkan nama pada waktu itu. Yang membuat para anggota kemudian berhasil melihat dan berkonsultasi dengan Ketua Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (PPPB) atau Pusat Bahasa's Bangunan dan Pembangunan dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Berdasarkan masukan dari Prof Anton Moelyono, Ketua PPPB, organisasi rekam medis profesional yang baru dibentuk bernama Perhimpunan Profesional Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan, yang disingkat oleh anggota organisasi sebagai PORMIKI.
Ketua PPSPM kemudian menulis surat kepada Kepala Sub Dinas Kesehatan Kantor Regional The Greater Jakarta Raya untuk menginformasikan tentang pembentukan PORMIKI. Kantor Daerah PORMIKI menganggap sebagai mitra terpercaya untuk mendiskusikan dengan dan / atau memecahkan masalah di bidang Rekam Medik. Pembentukan PORMIKI berarti penyebaran dari PPSPM. Pada tanggal 5 April 1989 Komite Kerja PPSPM resmi bubar, terkait dengan pembentukan POMIKI, berdasarkan surat pemberhentian no.0994 / - 1.84.4 ditandatangani oleh Kepala Sub Dinas Kesehatan The Greater Jakarta Raya.
PENGEMBANGAN ORGANISASI ATAS
PORMIKI memiliki 15 Dewan Daerah Dewan Direksi dan 3 Dewan Pengaturan Daerah Dewan Direksi sebagai berikut:
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Jakarta Raya
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Jawa Barat
PORMIKI's Dewan Daerah Dewan Direksi Jawa Tengah
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Distrik Istimewa Yogyakarta
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Jawa Timur
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Bali
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Sumatera Selatan
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Sumatera Utara
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Sumatera Barat
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Sulawesi Selatan
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Kalimantan Barat
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Nusa Tenggara Barat
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Kalimantan Timur
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Jambi
PORMIKI's Council Dewan Direksi Daerah Lampung
PORMIKI's Dewan Direksi Daerah Nusa Tenggara Timur (regulator)
PORMIKI's Dewan Direksi Daerah Riau (regulator)
PORMIKI's Dewan Direksi Daerah Kalimantan Selatan (regulator)
Kongres PORMIKI's
Kongres 1: Jakarta, 1992
Kongres 2: The Daerah Istimewa Yogyakarta, 1995
Kongres 3: Surabaya, 1999
Kongres 4: Denpasar (Bali), 2003
Kongres 5: Semarang (Jawa Tengah), 2006
Kongres 6: Bandung (Jawa Barat), 2009
ATAS ketua PORMIKI
1989-1992: Dra. Gemala Hatta, MRA
1992-1995: Dra. Gemala Hatta, MRA
1995-1999: Dra. Gemala Hatta, MRA, M. Kes
1999-2003: Siswati, AMd.PerKes
2003-2006: Siswati, AMd.PerKes, SKM, MKM
2006-2009: Lily Widjaya, Amd.PerKes, SKM, MM
2009-2012: Garmelia Elise, Amd.PerKes, SKM
Senin, 21 Juni 2010
PERMENKES RI No. 749a/MENKES/PER/XII/1989 TENTANG REKAM MEDIS
PERMENKES RI No. 749a/MENKES/PER/XII/1989
TENTANG REKAM MEDIS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal ini memberikan pengertian tentang rekam medis, sarana pelayanan kesehatan, dokter, tenaga kesehatan dan direktur jendral adlah direktur jendral pelayanan medik dan atau direktur jenderal pembinaan kesehatan masyarakat.
BAB II
TATA CARA PENYELENGGARAAN
Pasal 2
Menjelaskan tentang kewajiban penyelenggara sarana pelayanan kesehatan untuk membuat rekam medis, baik pelayanan rawat inap maupun rawat inap, hal ini penting karena rekam medis sebagai sumber informasi medis pasien.
Pasal 3
Rekam medis yang disebutkan pada pasal 2 hanya dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang memberi pelayanan langsung kepada pasien, dokter dan tenaga kesehatan sebagai penanggung jawab memegang peranan penting akan kebenaran isi dari rekam medis.
Pasal 4
Rekam medis harus segera dibuat dan dilengkapi oleh dokter dan petugas rekam medis ketika pelayanan kesehatan diberikan kepada pasien, ini dimaksudkan agar apa yang telah dilakukan terhadap pasien tertulis dengan segera tanpa mengalami penundaan yang bisa memungkinkan akan mengalami ketidak akuratan data.
Pasal 5
Isi dari rekam medis harsu dapat dipertanggungjawabkan oleh pihak yang bertugas mengisinya, maka setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi tanda tangan dan nama terang dari petugas yang memberiakan pelayanan atau tindakan medis.
Pasal 6
Bila ada kesalahan dalam pencatatan isi rekam medis maka untuk pembetulan dilakukan dengan tidak menghapus tulisan yang salah itu tapi cukup dengan menggaris tulisan yang salah dengan garis lurus tepat ditulisan yang salah, selanjutnya baru dilakukan pembetulan dengan ditulis disampingnya, ini bertujuan untuk menghindari penghapusan data secara permanen.
Pasal 7
Rekam medis berisi riwayat penyakit dan pengobatan yang pernah dialami pasien, untuk bisa digunakan sebagai catatan pelayanan yang bisa berkelanjutan maka perlu disimpan dengan baik, namun kadang kala tidak selamanya pasien melakukan pemeriksaan kesehatan, jadi ada waktu tertentu rekam medis pasien tidak aktif, oleh karena itu ditetapkan jangka waktu penyimpanan rekam medis yang telah tidak aktif. Hal ini dimaksudkan agar data-data pasien tidak begitu saja dimusnahkan. Perkecualian untuk kasus-kasus tertentu jangka waktu penyimpanan ditetapkan tersendiri, ini berhubungan dengan pentingnya data-data untuk kasu-kasus yang mungkin berkait dengan rekam medis pasien dengan riwayat penyakit menular yang perlu diteliti dan kemungkinan dapat digunakan kembali dan sangat penting.
Pasal 8
Setelah rekam medis tergolong rekam medis tidak aktif , yaitu rekam medis yang tidak aktif sampai batas yang telah ditentukan, maka rekam medis dapat dimusnahkan, hal ini untuk efisiensi pengelolaan berkas dan ruang penyimpanan.
Pasal 9
Penyimpanan berkas rekam medis hanya dilakukan oleh petugas yang telah diserahi tugas dan tanggung jawab. Bila dilakukan oleh orang yang bukan bertugas melakukan penyimpanan rekam medis dimungkinkan dapat megalami kerusakan dan hilang.
BAB III
PEMILIKAN DAN PEMANFAATAN
Pasal 10
Pasal ini menjelaskan siapa yang memiliki berkas rekam medis dan siapa yang memiliki isi yang terkandung dalam rekam medis. Pemilik berkas rekam medis adalah sarana pelayanan kesehatan dimana pasien mendapat pelayanan kesehatan, sedangkan pemilik isi dari kandungan rekam medis adalah pihak pasien.
Pasal 11
Kerahasiaan berkas rekam medis adalah hal penting, oleh karena itu rekama medis harus benar-benar dijaga kerahasiaanya, dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Pasal 12
Karena isi rekam medis yang bersifat rahasia maka hanya seizin tertulis pasien isi informasi rekam medis dapat dipaparkan. Perkecualian sesuai kepentingan pemaparan informasi rekam medis untuk kepentingan yang berkait dengan peradilan dan kepolisian , riset dan pendidikan atau kepentingan lain yang sesuai dengan peraturan yang berlaku pemaparan rekam medis bisa dilakukan tanpa seizin pasien tapi dengan diketahui oleh pimpinan pelayanan kesehatan.
Pasal 13
Mengingat peranan rekam medis yang sangat penting, maka perlu dijaga denagn baik dari kerusakan baik secara tidak sengaja ataupun sengaja oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Tanggung jawab tertinggi pada pimpinan pelayanan kesehatan.
Pasal 14
Menjelaskan beberapa kegunaan dari reka medis yaitu digunakan sebagai:
- dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
- bahan pembuktian dalam perkara hukum
- bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan
- dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
- bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan
BAB IV
ISI REKAM MEDIS
Pasal 15
Minimal pada sarana pelayanan rawat jalan , rekam medis harus memuat : identitas, anamnese dan tindakan atau pengobatan. Hal ini bukan berarti data lain tidak diperlu dimuat dalam rekam medis rawat jalan, namun disini diharapkan bahwa sarana pelayanan kesehatan yang minimal sekalipun fasilitasnya tetap melakukan penyelenggaraan rekam medis minimal memuat data diatas, agar kegunaan rekam medis digunakan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Pasal 16
Pelayanan rawat inap memerlukan data yang lebih lengkap, maka ditentukan data minimal yang harus terkandung dalam rekam medis agar kebutuhan akan informasi dapat terpenuhi dan kegunaan rekam medis dapat digunakan untuk mencapai pelayanan kesehatanyang lebih baik, maka harus memuat :
- identitas pasien
- anamnese
- riwayat penyakit
- hasil pemeriksaan laboratorik
- diagnosis
- persetujuan tindakan medik
- tindakan/ pengobatan
- catatan perawat
- catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
- resume akhir dan evaluasi pengobatan
BAB V
PENGORGANISASIAN
Pasal 17
Karena tidak semua sarana pelayanan kesehatan mempunyai kesamaan dalam spesialisasi pelayanan dan struktur organisasi kerja, maka pengelolaan rekam medis dilakukan sesuai dengan tata kerja organisasi sarana pelayanan kesehatan, namun masih tetap mengacu pada ketentua yang ada.
Pasal 18
Perkembangan zaman menuntut ketrampilan dan pengentahuan yang terus meningkat, oleh karenanya pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melakukan pembinaan tehadap petugas rekam medis agar dapat mengikuti perkembangan yang menuntut kopetensi lebih dari petugas rekam medis.
Pasal 19
Pengawasan terhadap penyelenggaraan rekam medis dilakukan oleh direktur jenderal agar berjalan secara terkontrol dan bisa dilakukan perbaikan ketika ada pelaksanaan petugas rekam medis yang salah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 20
Pelangggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi administrative mulai dari teguran lisan sampai pencabutan izin. Ini untuk menegakan aturan yang sudah dibuat agar pelaksanaan rekam medis bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan, walau semua tindakan memiliki resiko tapi setidaknya dengan adanya aturan yang bisa menjatuhkan sanksi pada yang melanggarnya diharapkan bisa menjadi bahan pegangan dan ingatan untuk menghindari resiko kesalahan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Semua sarana pelayana kesehatan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini paling lama 1 (satu), sejak berlakunya peraturan ini. Maksudnya bahwa semua sarana pelayanan kesehatan harus dapat menyesuaiakan diri dengan dengan peraturan ini yang berlaku dalam penyelenggaraan rekam medis ditempat masing-masing.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Hal-hal teknis yang belum diatur dan petunjuk pelaksanaan peraturan ini akan ditetapkan oleh direktur jenderal sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Maksudnya untuk hal-hal teknis yang mungkin muncul dilapangan yang masih belum termuat dalam peraturan ini bisa dibuat dengan ditetapkan oleh direktur jenderal sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
Pasal 23
Peraturan menteri kesehatan ini berlaku semenjak tanggal ditetapkan oleh pemerintah dengan memberikan penjelasan yang tegas peraturan ini resmi diberlakukan sejak tanggal ditetapkan.
Demikian deskripsi dari sudut pandang saya mengenai PERMENKES RI NO. 749a/MENKES/PER/XII/1989 Tentang Rekam Medis/ Medical RecordFORMULIR REKAM MEDIS TANGGAP DARURAT BENCANA (RM-TDB) (Sebuah ulasan dari pengalaman)
Latar belakang
Setiap sarana pelayanan kesehatan sudah selayaknya menyiapkan diri untuk mengantisipasi kejadian bencana di wilayahnya, atau membantu pelayanan kesehatan di wilayah lain yang terkena bencana. Rekam medis (RM) merupakan suatu bentuk catatan yang merekam segala bentuk layanan kesehatan yang telah (bahkan yang akan) diberikan kepada pasien. Pencatatan layanan kesehatan ini dilakukan melalui berbagai cara dalam berbagai bentuk. Sejak dari kedatangan pasien, pencatatan identitas pasien, anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, rencana terapi dan tindakan, hingga hasil pelayanan semua harus terekam dengan lengkap. Berbagai bentuk RM meliputi tulisan, cetakan, foto, video, suara, hingga bentuk kombinasinya (multi media) selayaknya tersusun rapi sesuai urutan kejadiannya hingga tercipta dokumen rekam medis yang akurat, informatif, rasional, reasonable (beralasan), dan responsible (dapat dipertanggungjawabkan).
Setelah selesai episode layanan maka RM wajib disimpan agar terjaga dari kehilangan atau kerusakan yang bisa diakibatkan oleh manusia (termasuk karena huru-hara), hewan (tikus; rayap; kecoa; semut; dsb), kekuatan alam seperti api; debu; air; cahaya matahari; bencana alam; gangguan listrik (pada rekam medis elektronik / rekam kesehatan elektronik), serta gangguan teknis seperti kerusakan perangkat keras (hardware); media penyimpan (storage); dan perangkat lunak (software).
Penyimpanan berkas RM dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya berkas kertas; microfilm; microfice; floppy disk; CD; dan harddisk. Dalam bentuk dan media apapun, penyimpanan RM harus mengikuti aturan masa peyimpanan (retensi) dan akhirnya juga aturan tata cara pemusnahannya.
Pelaksanaan dari keseluruhan prosedur pengelolaan RM ini secara rutin telah dilaksanakan di berbagai unit pelayanan kesehatan, terutama di rumah sakit. Dalam kondisi pelayanan rutin (harian) pengelolaan RM “terasa” seperti kegiatan rutin yang nyaris berjalan tanpa beban berarti. Namun dalam kondisi tertentu seperti dalam kondisi terjadi bencana, pengelolaan RM masih menjadi sesuatu yang perlu ditelaah dan dikembangkan. Situasi bencana yang hiruk pikuk, panik, dengan beban kerja yang mendadak tinggi dan tuntutan kecepatan pelayanan dengan tingkat resiko meningkat dan standar pelayanan (medis) yang tetap harus terjamin, menjadikan proses pencatatan layanan kesehatan kedalam bentuk RM membutuhkan fokus yang semestinya disederhanakan tanpa melanggar berbagai aspek pendukung lainnya.
Beberapa aspek pendukung proses pelayanan RM antara lain aspek medis, aspek etika profesi perekam medis, aspek hukum kesehatan, aspek manajemen pelayanan kesehatan, dan aspek teknologi informasi & komunikasi.
Bencana yang dimaksudkan dalam tulisan ini dapat meliputi bencana alam (gempa bumi; banjir; tsunami; kebakaran), bencana karena manusia (misalnya huru-hara), bencana teknis (gangguan listrik; gangguan sistem; gangguan hardware dan software).
Ilustrasi kasus
- Pelaksanaan layanan kesehatan yang dilaksanakan di rumah sakit (RS) tenda pada suatu kejadian bencana ternyata sempat menyisakan pengelaman menarik dari sejawat medis yang bertugas. Selama memberikan layanan di RS, sejawat dokter ini mencatat rencana dan hasil layanan dalam berkas RM yang kemudian RM ini disimpan (diletakkan) menggantung di tempat tidur pasien. Cara penyimpanan seperti ini bertujuan untuk mempercepat pencarian RM karena tidak tersedia ruang filing yang memadai. Pada suatu hari, salah satu pasien (atau beberapa pasien ?) tidak berada lagi ditempatnya pada saat dokter akan melakukan visite. Pasien yang “hilang” ini ternyata sudah dibawa pulang oleh keluarganya (atau dipindahkan ke RS lain) tanpa ijin dan prosedur dari petugas setempat. Masalahnya lagi adalah bahwa pindahnya (atau perginya?) pasien ini ternyata membawa serta berkas RM yang digantung ditempat tidurnya. Akibatnya RS tenda tersebut tidak memiliki RM si pasien. Padahal, menurut peraturan yang (masih) berlaku disebutkan bahwa RS wajib membuat, menyimpan, dan mengelola berkas RM sesuai standar yang berlaku.
- Pada saat terjadi gempa bumi skala besar dan tsunami, banyak RS yang rusak berat termasuk ruang filingnya. Kejadian ini mengakibatkan RS tersebut kehilangan sebagian besar (bahkan bisa seluruh) berkas RMnya termasuk persediaan formulir RM. Beberapa saat setelah bencana, masyarakat mulai berdatangan ke RS tersebut untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sebagai korban bencana. Dalam melayani korban bencana ini, pihak RS akhirnya menggunakan kertas seadanya dan mencatat seadanya/sebisanya dan akhirnya menyimpan “RM”nya ini sebisanya juga. Hasilnya, banyak RM darurat ini yang hilang tercecer karena diperlakukan sebagai kertas catatan biasa.
- Tim relawan bidang RM yang berangkat ke lokasi bencana untuk membantu proses pelayanan RM di RS lokasi bencana umumnya membawa serta formulir-formulir RM dari RS asalnya untuk langsung digunakan di RS lokasi bencana. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa RS lokasi bencana kesulitan atau tidak lagi memiliki formulir-formulir RM yang dibutuhkan untuk melayani korban bencana. Selain membawa formulir RM umumnya tim relawan ini juga membawa serta dan menerapkan sistem pelayanan RM sebagaimana yang biasanya mereka laksanakan di RS asalnya. Hal ini bisa dikatakan sebagai tahap adopsi dalam masa awal pasca bencana. Selama masa adopsi ini hampir bisa dipastikan bahwa banyak hal yang kurang sesuai sehingga perlu dilakukan proses adaptasi. Dalam proses adaptasi ini perlu dilakukan penyesuaian antara sarana kerja (formulir RM), ketersediaan dan kemampuan SDM, alur dan prosedur pelayanan, bahkan kadang-kadang juga melibatkan penyesuaian budaya kerja.
- Kondisi bencana / pasca bencana tentu tidak lepas dari liputan dan tayangan media massa, termasuk penayangan korban bencana dengan berbagai kondisi trauma dan penyakitnya. Sampai dimana sebenarnya sharing informasi untuk keadaan seperti ini? RM bersifat rahasia dan hanya boleh dibuka informasinya atas ijin pasien yang bersangkutan dan untuk pihak-pihak yang berhak. Apakah sifat confidential RM ini masih harus berlaku pada kondisi bencana?
Ulasan
Hingga saat ini ada berbagai peraturan pengelolaan RM yang diterbitkan oleh pemerintah misalnya:
- Permenkes 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang penyelenggaraan RM,
- PP no.10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran,
- SK Menkes no.034/Birhup/1972 tentang perencanaan dan pemeliharaan RS,
- SK Dirjen Yanmed no.78 tahun 1991 tentang penyelenggaraan RM,
- Permenkes no.585 tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medik,
- SE Dirjen Yanmed no:HK.00.06.1.5.01160 tentang petunjuk teknis pengadaan formulir RM dasar dan pemusnahan arsip RM,
- UU 23/1992 tentang kesehatan, dan
- UU 29/2004 tentang praktek kedokteran, dan sebagainya.
Berbagai peraturan ini secara jelas dan tegas mengatur pengadaan dan pengelolaan RM di sarana pelayanan kesehatan, terutama di RS. Namun sayangnya, berbagai peraturan ini belum menyentuh aspek pengelolaan RM pada situasi dan kondisi bencana. Berbagai pertanyaan mulai muncul dan layak untuk segera dicari alternatif solusinya, antara lain:
- Apakah ada model formulir RM yang memang dirancang untuk digunakan saat kondisi bencana?
- Apa saja minimal yang harus dicatat/direkam dalam RM dari pelayanan kesehatan saat bencana?
- Bagaimana pencatatan sistem identifikasi pasien saat bencana?
- Berapa lama masa retensi berkas RM dari para korban bencana?
- Bagaimana aspek hukum pelayanan kesehatan dalam pengelolaan RM saat bencana?
Informasi apa saja yang boleh dilepaskan oleh pihak RS mengenai isi berkas RM dari pasien korban bencana? - Bagaimana batasan hak dan kewajiban pasien korban bencana terhadap berkas RMnya?
- Apakah ada prosedur pelaporan khusus untuk pelaporan RM saat bencana?
- Bagaimana menyiapkan diri / RS agar lebih siap menghadapi bencana dan mengelola RM saat bencana?
Menilik dan mempelajari berbagai kejadian bencana (terutama bencana alam) di Indonesia selama ini, jelas dapat dilihat bahwa saat ini belum ada model formulir RM yang memang dirancang untuk digunakan saat kondisi bencana. Belum ada model prosedur dan formulir yang bisa diterapkan untuk mengelola RM pada saat bencana dan dapat segera diadopsi untuk berbagai kondisi bencana diberbagai wilayah Indonesia dengan berbagai ragam mutu SDM, sarana, dan budaya. Mungkinkah disusun model RM seperti ini?
Disain formulir RM tanggap darurat bencana (RM-TDB)
Pemikiran disain formulir RM melibatkan 3 hal yang saling terkait, yaitu: aspek fisik formulir, aspek anatomik formulir, dan aspek isi formulir.
Aspek fisik formulir RM-TDB
Aspek fisik formulir RM-TDB meliputi pertimbangan terhadap bahan, ukuran, bentuk/model, dan warna.
Bahan untuk formulir RM-TDB sebaiknya dipilih bahan yang tidak mudah rusak/kusut dan mudah ditulisi. Pertimbangan ini berkaitan dengan situasi bencana yang relatif panik, serba-cepat, dan cenderung-kacau. Dalam kondisi ini biasanya orang akan bekerja dengan tempo dan gerakan yang lebih cepat dan “kasar” dibanding kondisi normal. Dengan situasi dan cara kerja seperti ini maka cara memegang, mengambil, dan meletakkan barang-barang termasuk alat tulis dan formulir RM juga lebih “keras/kasar” dari biasanya. Pilihan bahan ini juga sebaiknya bahan yang mudah ditulisi agar tidak menimbulkan kesulitan saat mengisi formulir tersebut. Kesulitan seperti ini selain bisa mengakibatkan ketidaklengkapan pengisian juga berpotensi menimbulkan kejengkelan pada petugas pengisinya. Beberapa jenis kertas seperti kertas minyak atau kertas yang mengandung lapisan minyak/lilin atau sejenisnya biasanya termasuk jenis kertas yang sulit ditulisi. Jenis ini tentu menghambat dan memperlambat kerja pengisian formulir nantinya.
Pemilihan bahan ini juga berkaitan dengan masa simpan (masa retensi) dari formulir RM yang secara umum adalah minimal 5 tahun sejak pelayanan terakhir. Untuk RM pasien yang berkaitan dengan kasus hukum (medikolegal) masa retensinya jauh lebih lama sekitar 20 tahun. Jadi, berkas RM-TDB dari pasien korban huru-hara harus disimpan sebagaimana RM medikolegal. Untuk bisa disimpan selama 5 tahun atau lebih dibutuhkan bahan kertas yang baik. Kertas buram adalah contoh kertas yang kurang baik untuk disimpan dalam jangka lama.
Ukuran dari suatu formulir RM, termasuk RM-TDB mempertimbangkan beberapa hal antara lain: jumlah item dan kebutuhan ruang isiannya, cara pengisiannya (ditulis; diketik; atau diprint), cara menyimpannya (ukuran map/foldernya; ukuran laci; atau dibawa pasien seperti kartu berobat), sikap/posisi saat menggunakan/mengisi formulir (diisi di atas meja; diisi sambil berdiri dengan landasan map; dsb). Untuk RM-TDB, mengingat situasi dan kondisi saat bencana, maka kemungkinan besar pengisiannya adalah dengan berdiri berlandasan map atau bahkan mungkin sambil bergerak dari satu tempat/satu pasien ke tempat/pasien lainnya. Dengan mengingat hal ini maka ukuran RM-TDB lebih baik tidak terlalu besar karena akan mempersulit proses pengisiannya. Ukuran yang sesuai dengan map penyimpannya (misalnya A4) bisa mempermudah proses pengisian karena map tersebut sekaligus bisa digunakan untuk landasan saat mengisinya. Dalam hal kaitan dengan jumlah item isi dan kebutuhan ruang isiannya, apabila memungkinkan bisa dirancang untuk dicakup dalam satu lembar. Bila membutuhkan lebih dari satu lembar kertas maka dapat dipertimbangkan untuk menggunakan kertas ukuran dobel (double A4) yang dilipat untuk menghindari kemungkinan tercecernya lembar-lembar RM-TDB tersebut. Jika menggunakan kertas ukuran besar dengan model dilipat maka rancangan penempatan item isi dan ruang isiannya harus sesuai dengan posisi dan cara melipat halamannya.
Bentuk atau model formulir RM-TDB secara langsung berkaitan dengan ukuran formulir dan tata letak item-item isinya. Hal ini telah dibahas dalam paragraf terdahulu.
Warna formulir RM-TDB dapat dipertimbangkan untuk berbeda dari formulir RM rutin lainnya. Hal ini untuk membantu mengidentifikasi formulir tersebut saat dibutuhkan. Meskipun dibedakan, namun jenis warna yang dipilih tetap harus memperhatikan aspek kenyamanan pada mata pengguna, nilai kontrasnya dengan warna tulisan cetakan serta nilai kontrasnya terhadap tinta yang secara umum digunakan untuk mengisi formulir tersebut. Formulir dengan bahan kertas berwarna coklat masih bisa kontras dengan tinta cetaknya namun akan timbul kesulitan waktu mengisi dengan menggunakan tinta hitam atau biru karena nilai kontrasnya menjadi rendah. Selain pemilihan warna bahan kertasnya, warna tinta cetaknya juga perlu diperhatikan untuk tidak menggunakan warna muda karena cenderung sulit atau bahkan tidak tampak bila suatu saat formulir tersebut hendak difotokopi.
Aspek anatomik formulir RM-TDB
Secara umum aspek anatomik suatu formulir RM, termasuk juga RM-TDB, terdiri dari 5 bagian yaitu: heading, introduction, instruction, body, closing.
Heading dari formulir RM-TDB minimal terdiri dari dan berisi: identitas formulir (nama formulir; kode formulir; dan nomor edisi/revisi), identitas institusi (nama RS), dan nomor halaman.
Introduction berisi keterangan singkat tentang formulir RM-TDB tersebut. Keterangan singkat ini bisa meliputi: kapan formulir tersebut digunakan dan tujuan penggunaannya.
Instruction berisi petunjuk/perintah singkat berkaitan dengan cara pengisian formulir dan pendistribusian lembar tembusan (bila ada).
Body merupakan bagian inti dari formulir yang berisi item-item formulir tersebut. Rancangan pada bagian body ini meliputi pemikiran mengenai: item-item yang harus tercantum, pengelompokan item (grouping), penyusunan urutan penempatan item (sequencing), penempatan item dalam kolom/field-nya (caption), serta pemilihan terminologi (istilah, simbol, dan singkatan) yang tepat untuk masing-masing item.
Closing dari formulir RM-TDB merupakan bagian penutup yang sama pentingnya dengan bagian lain. Closing formulir berisi keterangan mengenai tempat pelayanan, tanggal, nama dan tanda tangan pemberi layanan. Kadang-kadang dibutuhkan pula keterangan tentang jam layanan, misalnya untuk pemeriksaan yang peka terhadap perjalanan waktu (EKG, laboratorium, dsb).
Aspek isi formulir RM-TDB
Rancangan isi dari formulir RM-TDB meliputi: pemilihan model RMnya, penentuan item-item yang harus tercantum, dan penentuan cara pengisian masing-masing item tersebut.
Model rancangan formulir RM dapat berupa Source oriented medical record (SOMR), Problem oriented medical record (POMR), atau Structured medical record (SMR). Mengingat formulir RM-TDB diharapkan dapat digunakan dalam kondisi bencana dengan berbagai keterbatasan dan berbagai tuntutan, maka perlu pertimbangan yang matang untuk memutuskan model yang akan digunakan, apakah SOMR; POMR; atau SMR. Masing-masing model tersebut tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya. SMR dapat dipertimbangkan karena rancangannya akan menghasilkan formulir yang terstruktur sedemikian sehingga formulir tersebut dapat digunakan untuk mencatat berbagai masukan dengan alur area pencatatan yang benar. Dengan model SMR dapat dirancang RM-TDB dengan jumlah lembar yang minimal. Ini penting untuk diperhatikan agar RM-TDB-set tidak terdiri dari banyak lembar yang akhirnya akan menyulitkan petugas layanan kesehatan saat menggunakannya.
Isi RM-TDB dirancang sedemikian rupa sehingga mencakup item-item yang minimal harus tercatat dalam proses pelayanan kesehatan saat bencana. Mengacu pada jurnal AHIMA (American Health Information Management Association) yang membahas disaster planning, maka isi RM-TDB perlu diminimalkan untuk menjaga kemudahan dan kecepatan penggunaannya. Namun, minimalnya isi RM-TDB tidak berarti dan tidak boleh menjadikannya kehilangan fungsi dasarnya sebagai RM dan tetap harus memenuhi persyaratan aspek-aspek pendukungnya (hukum, medis, etika profesi, dan manajenen pelayanan kesehatan).
Secara umum isi RM dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu data identitas pasien dan data medis pasien. Masih diperlukan diskusi dan telaah mendalam untuk menyepakati item-item yang harus tercantum (minimal requirement) dalam formulir RM-TDB. Pemikiran dan pemilihan item ini menjadi bagian yang sangat penting mengingat proses pengisian formulir RM-TDB harus bisa cepat dan mudah namun mampu menghasilkan RM yang akurat, informatif, rasional, reasonable, dan responsible. Pemilihan, pencantuman, dan pengurutan item-item tersebut hendaknya juga memikirkan aspek tindak lanjut dari informasi yang terkandung dalam formulir RM-TDB, misalnya aspek pengolahan statistiknya, aspek keabsahan hukumnya, dan aspek kelengkapan serta keakuratan kode diagnosis dan tindakannya.
Selain item yang merupakan catatan kondisi pasien, perlu juga dicantumkan kelompok item yang menyatakan “identitas bencana”nya, misalnya: natural event (banjir, gempa bumi), unintentional event (kecelakaan transportasi), dan intentional event (kejadian teroris, huru-hara), tempat kejadian, saat/jam kejadian, dan identitas bencana lainnya.
Cara pengisian masing-masing item tersebut juga harus diatur dan dirancang agar dalam pengisiannya bisa cepat, lengkap, dan akurat. Cara pengisian dengan cara memilih bisa menjadi cara yang tepat untuk digunakan karena mempercepat pengisian dan mengurangi aspek “pengisian yang terlewatkan” karena lupa atau tergesa-gesa. Cara pengisian seperti ini bisa digunakan sejak dari anamnesa, pemeriksaan fisik, hingga ke penentuan kode diagnosis dan kode tindakan. Dengan demikian, pengelompokan (grouping) dan urutan (sequence) dari item-item isian juga sangat penting untuk diperhatikan agar mampu menuntun pengisi RM sehingga hasil isiannya menjadi selengkap dan seakurat mungkin.
Penggunaan gambar/skema tubuh manusia yang sudah tercetak di formulir untuk menunjukkan lokasi luka juga akan mempermudah pengisian dibandingkan dengan model isian narasi untuk mendeskripsikan hal yang sama. Beberapa item mungkin tidak bisa menggunakan cara pengisian dengan cara memilih. Untuk item-item seperti ini maka harus disediakan area pengisian yang cukup sesuai dengan kebutuhan isinya. Area yang terlalu sempit akan mengakibatkan pengisian yang tidak lengkap atau bahkan kosong. Sebaliknya, area pengisian yang terlalu luas (berlebihan) akan menyebabkan ukuran formulir yang “membengkak”.
Pengisian Identitas pasien perlu diperhatikan berkaitan dengan cara pengisian RM-TDB dan penentuan status kegawatdaruratan pasien. Kode warna dapat digunakan pada rancangan formulir RM-TDB yang menunjukkan tingkat kegawatan seorang pasien, misalnya: hitam, merah, kuning, dan putih.
Sistem identifikasi bisa dipertimbangkan untuk menggunakan kode nomor RM yang berbeda dari pelayanan rutin. Keuntungannya yaitu tidak mengganggu alokasi penggunaan nomor RM untuk pelayanan rutin dan lebih mudah / cepat dalam mengidentifikasi pasien korban bencana. Formulir RM-TDB sebaiknya sudah mencantumkan nomor RM sehingga menghindari kerepotan pengisiannya, menghindari kemungkinan terjadi penggunaan satu nomor untuk lebih dari satu RM-TDB, dan juga untuk menghindari RM-TDB yang tidak bernomor. Sistem pencantuman nomor secara pre-printed ini dikombinasikan dengan kartu kecil yang siap untuk digantungkan pada tubuh pasien. Kartu kecil ini sebaiknya terbuat dari kertas yang agak tebal (misalnya karton manila) dengan ukuran maksimal seperti KTP dan berisi minimal keterangan mengenai nama pasien, nomor RM-TDB, dan status kegawatdaruratannya. Nomor RM-TDB dalam kartu kecil ini sudah tercetak (pre-printed) dan sama dengan nomor RM-TDB yang juga sudah tercetak di lembar RM-TDBnya. Kartu kecil ini disarankan memiliki lubang dan sudah dilengkapi dengan karet atau benang sehingga siap digantungkan atau diikatkan ditubuh pasien, misalnya di ibu jari tangan/kaki pasien. Dengan adanya kartu kecil di tubuh pasien ini maka setiap kali petugas mendatangai pasien bisa langsung mengecek kesesuaian identitas pasien dengan RM-TDB yang ada disampingnya. Hal ini diharapkan bisa mempercepat proses pelayanan, mengatasi pengulangan dalam menanyakan identitas pasien, dan menghindari tertukarnya RM-TDB. Dalam kartu kecil ini bisa dicetak “identitas awal” dari korban bencana, misalnya “Korban No: #1” yang mana identitas ini sama dengan lembar RM-TDBnya. Dengan adanya identitas preprinted ini maka kekeliruan identitas antara kartu dengan lembar RM dapat dihindari. Hal ini juga dapat digunakan untuk memberi identitas terhadap pasien yang belum dikenali identitas aslinya.
Selain nama dan nomor RM, identitas penguat lainnya perlu dipertimbangkan misalnya pencantuman cap ibu jari tangan (sidik jari) atau pengambilan foto pasien dengan bantuan teknologi digital.
Formulir terkait lainnya.
Beberapa formulir lain selain RM-TDB misalnya yaitu: formulir daftar benda milik pasien (termasuk surat keterangan diri), dan formulir/kartu catatan kesehatan pribadi pasien (Keep It With You / KIWY-form). Perancangan dan penggunaan formulir KIWY mungkin perlu dipikirkan untuk menjadi kebiasaan setiap warga memiliki dan membawanya.
Kesimpulan
Masih dibutuhkan pemikiran mendalam dan komprehensif untuk merancang suatu model formulir RM yang dapat digunakan sebagai formulir standar untuk kondisi tanggap darurat bencana.
Rancangan formulir RM-TDB perlu “didampingi” dengan prosedur tetap untuk mengisian dan penggunaannya. Selanjutnya, rancangan formulir RM-TDB perlu diuji coba dan disosialisasikan penggunaannya agar terdapat kesamaan persepsi pemanfaatannya.
Formulir hanya merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dengan serangkaian kegiatan lainnya dalam pelayanan kesehatan, termasuk dalam kondisi tanggap darurat bencana. Perancangan formulir tanpa disertai pembenahan rangkaian aspek lainnya hampir dapat dipastikan tidak terasa manfaatnya.